cerpen/:mahasiswa belajar, bercerita di negeri rantau. pemuda batuatas.
MAHASISWA
penulis:/ la ode amlisi
(laodeamlisiblogpot.com)
Di salah satu universitas yaitu UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO (UMPO) terlihat ada gerombolan wanita yang sedang mendengarkan ke dua lelaki yang tengah berdialog tentang pendidikan yang ada di Indonesia pada massa pandemic ini. Tak lama kemudian salah satu wanita di antara mereka yang tertarik dalam dialog ke dua pria ini, mulai mendekati dan mencoba untuk mengajak berdiskusi lanjut di perpustakaan kampus, namun karena gaya bahasa wanita ini terlihat bercanda merekapun tak menghiraukannya. Lalu wanita tersebut beranjak pergi dari hadapan lelaki tersebut, sembari tersenyum dan berkata aku suka dengan lidamu yang seksi. para wanitapun ikut tertawa mendengar kalimat sahabatnya yang mencengkam lelaki tersebut.
Sekitar pukul 11.38 terdengar suara adzan dari arah barat kampus, CHANES mengajak lawan dialognya untuk mengakhiri percakapanya dan bergegas menuju masjid, untuk melaksanakan ibadah solat zuhur, di tengah perjalanan mereka ada salah satu lelaki cupung memberikan sepucuk surat untuk Chanes, isi surat tersebut belum sempat di baca karena sudah waktu solat dan sumber surat yang bersifat rahasia pula, sehingga surat tersebut langsung di masukan di dalam kantong celana dan melanjutkan perjalananya, setibanya di masjid mereka langsung mengambil air wudhu untuk bergegas solat, setelah selesai solat Gunawan penasaran dengan isi surat tersebut dan berkata pada Chanes agar mau membaca isi surat tersebut, Chanespun sepakat untuk membacanya berdua, dalam redaksi kalimat yang tercantum pada isi surat “aku mencintai senja yang seksi dengan warna jingganya di sore hari, namun aku lebih mencintai lelaki yang berlidah seksi karena kecerdasan dan struktur bahasanya sehingga tercapai retorika yang syahdu, lalu tertulis nomor whatsapp di halaman depan paling bawah dari kertas surat tanpa nama” setelah membaca isi surat tersebut Chanes berkata pada Gunawan, kita akan menemukan cinta baru, aku yakin dia adalah aktivis dan aku akan membawakanya dua bunga, mawar dan melatih lalu Gunawanpun ikut bercanda dan aku akan menyiapkan tangkai dari ke dua bunga tersebut, sambil tertawa terbahak bahak.
Di siang hari pukul 01,15 matahari semakin panas keduanya terlihat lapar sehingga memutuskan untuk pulang lebih awal, setibanya mereka di tempat tingalnya (kos), mereka langsung mengambil nasi dalam reskuker yang sudah masak dan merekapun melanjutkan makan siangnya yang hanya di temani tempe sebagai lauknya. Lanjut cerita ke dua pria ini asal Sulawesi tenggara, kabupaten buton selatan, kecamatan batuatas liwu, dusun liwu. mereka hanya perantau yang melanjutkan pendidikanya di tanah jawa timur, ponorogo, dan mereka tergabung dalam satu komunitas yaitu "SANG MUSAFIR."
Mereka terlihat kompak dan semangat dalam menuntut ilmu, bagi mereka untuk mendapatkan sebuah pengetahuan itu tidak berbatas pada lingkungan pendidikan saja melainkan di atas kasurpun harus bisa mengasah maendseatnya untuk terus mengkaji suatu hal dan banyak membaca buku, kaum intelektual sudah sepatuhnya mengakui bahwa kemiskinan itu bukan semalam tanpa makan melainkan sehari tanpa berfikir.
di tengah aktivitas santainya masing masing, Gunawan yang sedang bermain smartphone di ranjang tidur dan Chanes sedang membaca buku di meja belajar, salah satu dari mereka mengingat untuk menelfon nomor yang ada dalam surat tersebut “ujar gunawan pada chanes,’’ tanpa piker panjang mereka langsung menghubunginya di akun sosmed via whatsapp, namun teryata nomor tersebut sedang offline, sehingga tidak ada balasan dari CODnya. Merekapun semakin penasaran pada pemilik nomor tersebut, mulai menelffon pada telfon selulernya lagi lagi kendalanya mereka juga tidak punya pulsa ataupun bonus telfon. karena mereka hanya numpang di wifi kos sehingga jarang memperhatikan pulsa biasa ataupun paket internet pada kartu teleponya. Untunya gunawan ini memiliki sedikit simpanan uang dalam kaantong sak celananya dan memberikannya pada chanes agar bisa membeli pulsa biasa, setelah di hitung uang yang di berikan oleh gunawan tidak cukup untuk harga pulsa, sungguh penderitaan yang nyata. ‘ ujar chanes pada hatinya. Walaupun kekuranganya hanya sebatas 1000 namun itu sangat sulit untuk di dapati, sehingga sontak chanes mengajak gunawan agar uang tersebut di belikan saja jajan untuk kita diskusi pada malam ini. Sepakat ‘’ucap gunawan’’, lanjut, mereka langsung keluar menuju kios untuk memebeli jajan, setibanya di depan pagar mereka di kagetkan lampu motor yang di sorot ke wajah mereka yang mulai mendekati mereka, ternyata lampu kendaraan sepedah motor tersebut adalah bapak dan ibu kos, ‘’sebut saja juragan kos yang hendak melihat keadaan di kosnya itu.
Dengan ucapan salam dari ibu kos yang humor mereka pun menjawabnya juga dengan humor dan memulai komunikasi dengan bahasa puitisnya, ditengah perbincangan akrabnya ibu kos langsung memberikan uang pada mereka senilai 50.000 karena ke duanya dekat dan sering membantu ibu kos di saat kerja. jarang dapat uang jajan dari ibu sehinga setelah mendapatkan uang langsung di telan mentah mentah, ‘’ujar bapak kos’ pada mereka semabri tertawa dan bercanda. Lalu mereka menuju tokoh dengan hati yang bahagia, karena mereka tidak hanya membeli jajan saja melainkan pulsa juga akan di beli oleh mereka.
Setelah itu mereka menelfon nomornya dan memulai perkenalan ternyata pemilik nomor tersebut adalah LIVIA, wanita yang menghampiri lelaki pada saat di kampus pagi tadi. Lanjut cerita wanita tersebut terus mengajak untuk berteman agar lebih mudah berinteraksi dan berdiskusi pada mereka , di tengah obrolanya mereka sepakat untuk terus belajar bersama-sama sehingga ke esokan harinya mereka langsung bergabung dalam satu tempat dan shering ilmu yang bermanfaat. Tidak sia sia saya mengenalmu mbak livia ucap gunawan pada livia dengan mata sedikit sipit. ‘Livia’pun memukul bahu gunawan dan berkata ah kamu bisa ajha sambil tersenyum. Merekapun semakin akrab satu dengan yang lain.
Waktu terus berjalan hingga bulan ramadhanpun tiba karena chanes dan gunawan asal sulawesi, mereka harus mudik, menikmati liburannya di kampung halamanya sendiri. Tapi bagaimana dengan livia dia juga pengen ikut liburan di kampungnya mereka, karena livia seorang wanita jadi mereka tidak bisa mengajaknya ikut mudik di Sulawesi, livia pun terlihat sedih, di tinggal pas lagi senang senangnya ‘air matanya menetesi bumi karena gagal merangkai hati. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa’ sehingga tiba waktu perpisahan. Inilah akhirnya harus di akui bahwa setiap pertemuan ada perpisahan, dan setiap perpisahan ada kenangan, di setiap kenangan ada ilmu karena ilmu yang bermanfaat kita bisa saling merindukan.
Komentar